Rabu, 13 Mei 2009

Pelacak Ikan

Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI berhasil membuat alat pelacak ikan yang lebih murah. Dengan kemampuan tak kalah akurat dibandingkan dengan satelit.

Bermula dari seorang nelayan bernama Tasman. Seakan laut selalu membisikkan ke telinganya tempat para ikan berkumpul. Maka, ia tak pernah pulang dengan tangan kosong. Tasman biasa melaut disepanjang perairan pantai utara pulau Jawa, Selat Makassar, hingga Laut Cina Selatan. Kemampuan seperti Tasman tentulah sebuah anugerah dari Tuhan. Dan tidak semua orang mempunyai kemampuan seperti Tasman. Mengalahkan peralatan canggih seperti GPS, fish finder berteknologi sonar dan peralatan canggih lainnya. Alhasil, Tasman berturut-turut mendapat gelar paling produktif di pelabuhan ikan Tegal pada tahun 1989-1990.

Dadan Muliawandana, 38 tahun, kemudian menggagas untuk membuat sebuah piranti penguping berbasis gelombang akustik untuk membututi dan memetakan pergerakan ikan di perairan. Dengan harapan piranti ini dapat membantu nelayan dalam menangkap ikan menggunakan peralatan dengan kemampuan yang canggih, namun dengan harga yang terjangkau oleh para nelayan. Tidak bisa dielakkan penggunaan GPS sangat dibutuhkan oleh para nelayan. Namun, tidak jarang pula GPS mengecewakan para nelayan. Kebanyakan nelayan akan pulang dengan tangan kosong hanya karena peralatan GPS nya rusak. Padaha, harga GPS tidaklah murah.

Teknologi yang dikembangkan oleh LIPI ini tidak memerlukan slot kanal frekuensi satelit, seperti yang digunakan pada GPS. Sehingga, teknologi penguping buatan LIPI jauh lebih murah dari teknologi berbasis GPS. Dengan menggunakan gelombang akustik memungkinkan pemetaan migrasi ikan setiap saat. Intinya, piranti ini merupakan chip pemancar gelombang akustik yang ditanamkan pada suatu jenis ikan. Chip tersebut berukuran ruas jari bayi dengan berat 0.2 gram. Kemudian, gelombang suara yang dipancarkan ditangkap oleh tiga hidrofon yang dipasang di pelampung. Citra yang dihasilkan adalah bentuk lokasi ikan dalam tiga dimensi. Data kemudian diolah dan dipetakan lokasi ikan. Dari data-data yang terkumpul dapat diketahui pola pergerakan ikan dilaut.

Namun, sayangnya teknologi ini masih memiliki kekurangan. Karena chip gelombang akustik hanya bisa memancarkan gelombang suara hingga jarak 1 km. Sedangkan daya tangkap hidrofon hanya berkisar 2 km. Alhasil, teknologi ini belum mampu digunakan untuk ikan dengan tingkat migrasi yang tinggi, seperti ikan Tuna. Masih belum bisa dibandingkan dengan teknologi GPS yang mampu memetakan hampir tanpa batas.

Setidaknya teknologi yang dikembangkan oleh LIPI ini mampu membantu para nelayan untuk mencari jenis-jenis ikan tertentu.

Atau ada yang punya ide baru lainnya??

~Majalah Tempo (35/XXXIV/13 - 19 Oktober 2006) ~

-eureka-